(Leveraging digital technologies for the achievement of SDG 4, Innovative use of technology in education, JET Education Services, unesco, 2022)
Disadur: Arif Nasdianto
Pendidikan adalah hak asasi setiap wanita, pria
dan anak. Hal ini telah diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada
tahun 1948 dan sejak itu diakui dan dipromosikan oleh negara-negara dalam
perjanjian internasional (UNESCO, 2018). Pemerintah, badan-badan PBB dan mitra telah
bekerja sama untuk bekerja menuju pendaftaran
sekolah dasar universal, dan sebagian besar berhasil – pada tahun 2015, pendaftaran yang tinggi telah dicapai oleh
sembilan dari sepuluh sub-wilayah yang dipantau, naik dari hanya empat pada tahun
2005 (UN DESA, 2015 ; UN DESA dan DPI,
2005) Namun,
keunggulan yang diberikan oleh pendidikan ini masih sangat berbeda antar
wilayah dan negara (Mullis et al., 2015, 2016; Martin et al., 2016). 17
Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dari Agenda Pendidikan 2030 dikembangkan
sebagai serangkaian prioritas sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling
terkait untuk periode 2015 hingga 2030. SDG 4 bertujuan untuk 'memastikan pendidikan
berkualitas yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajaruntuk
semua' pada tahun 2030, termasuk penekanan baru pada pendidikan pra-dasar dan menengah dikembangkan
Implementasinya didukung oleh Kerangka Aksi Pendidikan 2030 yang
dan dikoordinasikan oleh UNESCO (2016).
Sementara kemajuan menuju SDG 4 telah tercapai, masih ada tantangan signifikan untuk mencapai akses universal terhadap pendidikan inklusif dan berkualitas tinggi. Sebelum merebaknya COVID-19, di negara-negara berpenghasilan menengah, 25 persen anak berusia 15 tahun tidak bersekolah. Walaupun hal ini menunjukkan penurunan yang diharapkan dari 50 persen yang terlihat pada tahun 2005, belum ada peningkatan yang bersamaan dalam kualitas pendidikan, dengan setengah dari anak sekolah masih belum menguasai dasar-dasar literasi dan numerasi. Inklusivitas tetap menjadi tantangan lebih lanjut, dan perempuan serta kelompok terpinggirkan lainnya terus dikecualikan dalam banyak konteks (UNESCO, 2020).
Sebagai pengakuan atas kebutuhan keterampilan yang berubah dari ekonomi informasi dan pengetahuan dan potensi teknologi digital untuk memfasilitasi akses ke konten dan meningkatkan kualitas pendidikan, banyak negara telah berkomitmen untuk memanfaatkan teknologi ini dalam penyediaan pembelajaran dan inovasi pedagogis, didukung oleh serangkaian perjanjian internasional. Deklarasi Qingdao (2015) meminta negara-negara untuk mengakui bahwa 'untuk mencapai tujuan pendidikan berkualitas yang inklusif dan setara serta pembelajaran seumur hidup pada tahun 2030, TIK – termasuk pembelajaran bergerak – harus dimanfaatkan untuk memperkuat sistem pendidikan, penyebaran pengetahuan, akses informasi, kualitas dan pembelajaran yang efektif, dan penyediaan layanan yang lebih efisien'. Untuk ini, Deklarasi Qingdao menekankan komitmen yang ada 'untuk memastikan ahwa semua anak perempuan dan laki-laki memiliki akses ke perangkat digital yang terhubung dan lingkungan belajar digital yang relevan dan responsif pada tahun 2030, terlepas dari disabilitas, status sosial atau ekonomi, atau lokasi geografis' ( UNESCO, 2015).
Banyak
negara telah mengambil tindakan ini, dan pemerintah telah menyelaraskan
kebijakan
untuk memanfaatkan manfaat teknologi digital dengan memastikan peningkatan
penyediaan dan akses ke teknologi tersebut. Teknologi ini semakin menjadi sangat
penting dalam pengajaran dan pembelajaran, baik sebagai tanggapan terhadap perubahan
persyaratan keterampilan bagi masyarakat maupun untuk memanfaatkan peluang
dalam merancang metode dan bentuk pendidikan baru.