(Leveraging digital technologies for the achievement of SDG 4, Innovative use of technology in education, JET Education Services, unesco, 2022)
Disadur: Arif Nasdianto
Pendidikan adalah hak asasi setiap wanita, pria
dan anak. Hal ini telah diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada
tahun 1948 dan sejak itu diakui dan dipromosikan oleh negara-negara dalam
perjanjian internasional (UNESCO, 2018). Pemerintah, badan-badan PBB dan mitra telah
bekerja sama untuk bekerja menuju pendaftaran
sekolah dasar universal, dan sebagian besar berhasil – pada tahun 2015, pendaftaran yang tinggi telah dicapai oleh
sembilan dari sepuluh sub-wilayah yang dipantau, naik dari hanya empat pada tahun
2005 (UN DESA, 2015 ; UN DESA dan DPI,
2005) Namun,
keunggulan yang diberikan oleh pendidikan ini masih sangat berbeda antar
wilayah dan negara (Mullis et al., 2015, 2016; Martin et al., 2016). 17
Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dari Agenda Pendidikan 2030 dikembangkan
sebagai serangkaian prioritas sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling
terkait untuk periode 2015 hingga 2030. SDG 4 bertujuan untuk 'memastikan pendidikan
berkualitas yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajaruntuk
semua' pada tahun 2030, termasuk penekanan baru pada pendidikan pra-dasar dan menengah dikembangkan
Implementasinya didukung oleh Kerangka Aksi Pendidikan 2030 yang
dan dikoordinasikan oleh UNESCO (2016).
Sementara kemajuan menuju SDG 4 telah tercapai, masih ada tantangan signifikan untuk mencapai akses universal terhadap pendidikan inklusif dan berkualitas tinggi. Sebelum merebaknya COVID-19, di negara-negara berpenghasilan menengah, 25 persen anak berusia 15 tahun tidak bersekolah. Walaupun hal ini menunjukkan penurunan yang diharapkan dari 50 persen yang terlihat pada tahun 2005, belum ada peningkatan yang bersamaan dalam kualitas pendidikan, dengan setengah dari anak sekolah masih belum menguasai dasar-dasar literasi dan numerasi. Inklusivitas tetap menjadi tantangan lebih lanjut, dan perempuan serta kelompok terpinggirkan lainnya terus dikecualikan dalam banyak konteks (UNESCO, 2020).
Sebagai pengakuan atas kebutuhan keterampilan yang berubah dari ekonomi informasi dan pengetahuan dan potensi teknologi digital untuk memfasilitasi akses ke konten dan meningkatkan kualitas pendidikan, banyak negara telah berkomitmen untuk memanfaatkan teknologi ini dalam penyediaan pembelajaran dan inovasi pedagogis, didukung oleh serangkaian perjanjian internasional. Deklarasi Qingdao (2015) meminta negara-negara untuk mengakui bahwa 'untuk mencapai tujuan pendidikan berkualitas yang inklusif dan setara serta pembelajaran seumur hidup pada tahun 2030, TIK – termasuk pembelajaran bergerak – harus dimanfaatkan untuk memperkuat sistem pendidikan, penyebaran pengetahuan, akses informasi, kualitas dan pembelajaran yang efektif, dan penyediaan layanan yang lebih efisien'. Untuk ini, Deklarasi Qingdao menekankan komitmen yang ada 'untuk memastikan ahwa semua anak perempuan dan laki-laki memiliki akses ke perangkat digital yang terhubung dan lingkungan belajar digital yang relevan dan responsif pada tahun 2030, terlepas dari disabilitas, status sosial atau ekonomi, atau lokasi geografis' ( UNESCO, 2015).
Banyak
negara telah mengambil tindakan ini, dan pemerintah telah menyelaraskan
kebijakan
untuk memanfaatkan manfaat teknologi digital dengan memastikan peningkatan
penyediaan dan akses ke teknologi tersebut. Teknologi ini semakin menjadi sangat
penting dalam pengajaran dan pembelajaran, baik sebagai tanggapan terhadap perubahan
persyaratan keterampilan bagi masyarakat maupun untuk memanfaatkan peluang
dalam merancang metode dan bentuk pendidikan baru.
Indikator utama dalam mengukur serta menggambarkan
kemajuansuatu bangsa adalah kualitas sumber daya manusia. Setiap negara
termasuk Indonesia telah menempatkan pembangunan sumber daya manusia sebagai
isu,program danstrategipembangunan yang utama. Menyiapkan sumber daya
manusia berkualitas harus diawali sejakusia dini,bahkan sejak masa konsepsi
dalam kandungan. Kualitas kesehatan, kecerdasan, dan kematangan sosial di tahap
berikutnya adalah pemenuhan kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan anak secara
holistic integratif yang sangat menentukan.
Layanan pendidikan,
kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan dan kesejahteraan adalah
Layanan stimulasi holistik dari kebijakan pengembangan anak usia dini dengan
melibatkan pihak terkait baik instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan,
organisasi profesi, tokoh masyarakat,dan orangtua. Oleh karenanya perencanaan
yang sistematis dan diterapkan secara sistemik di Satuan PAUD(TK/KB/TPA/SPS)
untuk mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak secara optimal agar kelak
menjadi anak yang berkualitas dan berdaya saing di masa depan, merupakan
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI).
Dalam rangka peningkatan
kualitas anak Indonesia melalui pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
diperlukan upaya bersama dengan melibatkan berbagai unsur (Pemerintah, LSM,
Orsos, Organisasi Profesi, Pendidik, Praktisi) yang peduli dalam program
Pembinaan PAUD. Berbagai kegiatan dilakukan yang bertujuan untuk menumbuhkan,
menggugah serta meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap
pentingnya PAUD. Kerjasama kemitraan dilakukan dengan membangun jaringan di
tingkat pusat maupun daerah, sehingga dalam meningkatkan kualitas layanan
Pendidikan Anak Usia Dini dapat terlaksana.
Mengingat pentingnya
layanan PAUD di satuan PAUD (TK/RA, KB, TPA, SPS) maka perlu disusun ”Profil
Penyelenggaraan PAUD Holistik Integratif di Wilayah Provinsi DKI Jakarta”
Profil PAUD Provinsi DKI Jakarta ini memberikan
gambaran berkaitan dengan sasaran berbagai program PAUD Di DKI Jakarta seperti
yang diamanatkan oleh Rencana Strategi Pendidikan. Pada rencana tersebut
terdapat tiga pilar kebijakan pendidikan, yaitu pemerataan dan perluasan akses
pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, serta tata
kelola, akuntabilitas citra publik pendidikan. Ketiga pilar kebijakan tersebut
dijabarkan dalam misi pendidikan 5K. Misi Pendidikan 5K yang terdiri atas : 1)
misi K1 meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan, 2) misi K2
memperluas keterjangkauan layanan pendidikan, 3) misi K3 meningkatkan kualitas
/ mutu dan relevansi layanan pendidikan, 4) misi K4 mewujudkan kesetaraan
dalam memperoleh layanan pendidikan, dan 5) misi K5 menjamin kepastian
memperoleh layanan pendidikan. Pemilihan indikator-indikator tersebut ditetapkan
sesuai dengan data PAUD yang tersedia, sehingga tidak mencakup keseluruhan
indikator pendidikan. Diharapkan bahwa dengan gambaran berdasarkan indikator
pendidikan tersebut bisa bermanfaat sebagai bahan masukan bagi perumusan
kebijakan dan pembangunan pendidikan, khususnya PAUD.
Dasar Hukum
Dasar hukum dari penyusunan Profil PAUD HI
Wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah :
1.Undang-undang Dasar
1945.
2.Undang-Undang Nomor 4
Tahun1979 tentang Kesejahteraan Anak;
3.Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 perubahan atas Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak;
4.Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem PendidikanNasional;
5.Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang kesehatan;
6.Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan;
7.Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 tentang
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif;
8.Instruksi
Presiden Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak;
9.Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 84 tahun 2014 tentang Pendirian Satuan
Pendidikan Anak Usia Dini;
10. Peraturan Menteri
Pendidikandan Kebudayaan Nomor 137tahun2014 tentang Standar Nasional Pendidikan
Anak UsiaDini;
11.Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum PAUD 2013;
12.Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, danTransmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana DesaTahun 2015;
13.Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
14.Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 84 tahun 2014 tentang Pendirian Satuan
Pendidikan Anak Usia Dini;
15.Peraturan Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 Tahun 2011 tentang
Indikator Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak;
16.Peraturan Pemerintah PP
No. 19 tahun 2005 dan perubahannya Nomor 32 tahun 2013, tentang Standar
Nasional Pendidikan;
17.Pergub Provinsi DKI
Jakarta nomor 194 tahun 2014 tentang Pengelolaan /Penyelenggaraan Paud
18.Pergub Provinsi DKI
Jakarta nomor 191 tahun 2014 tentang Paud Holistik Intergratif
19.Perda Pendidikan no 6
tahun 2006 tentang Standar Pendidikan
T u j u a n
1.Tujan Umum
Memberikan Gambaran tentang Pengelolaan dan
Penyelanggaraan PAUD DI Provinsi DKI Jakrta
2.Tujuan Khusus
a.Sebaga acuan bagi
penyelenggara, pengelola, dan pendidik dalam pelaksanaan di satuan PAUD.
b.Sebagai acuan bagi
penyelenggara, pengelola, dan pendidik dalam pelaksanaan PAUD HI di
satuan PAUD.
c.Sebagai acuan bagi
pemangku kebijakan PAUD baik ditingkat pusat, propinsi,
kabupaten/kota,dankecamatan dalam membinapelaksanaan PAUDHI disatuan PAUD.
d.Sebagaibahan informasi
bagi masyarakat tentang pelaksanaan PAUD HI di satuan PAUD.
e.Meningkatkan kesadaran
masyarakat atas pentingnya program pendidikan anak usia dini
f.Meningkatkan partisipasi
masyarakat melalui kegiatan kreatifitas, atraksi, demontrasi, pentas seni dan
pameran, serta peningkatan partisipasi dunia usaha dalam mendukung program
pendidikan anak usia dini
g.Memberikan informasi
hasil praktik kegiatan PAUD di Provinsi DKI Jakarta untuk menjadi rujukan dan
contoh bagi Lembaga PAUD lainnya.
Penyusunan Rencana Strategis dan Rencana Operasional merupakan kegiatan yang menghasilkan suatu acuan yang sangat penting dalam menyusun program-program kerja, kegiatan dan langkah-langkah teknis untuk 5 tahun ke depan dalam suatu organisasi. Pada saat ini arus globalisasi telah melanda segala sektor dan menuntut kemampuan daya saing bangsa agar dapat berkiprah dalam percaturan internasional hal ini sesuai era society 5.0 yang mengedepankan IoT dan peran manusia manusia smart dalam menjalankan tantangan digitalisasi. Selajan dengan itu maka pemerintah pusat melalui perarturan presiden no 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi pendidikan Vokasi dan pelatihan vokasi merupakan jawaban dan pembenahan dalam era society 5.0.
Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi dilakukan dengan tujuan: a). meningkatkan akses, mutu, dan relevansi penyelenggaraan Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja; b). mendorong pembangunan keunggulan spesilik di masing-masing lembaga Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi sesuai potensi daerah dan kebutuhan pasar kerja; c). melakukan penguatan sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dunia industri, dunia kerja, dan pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia tenaga kerja Indonesia;
Adapun Pendidikan Vokasi meliputi: a). pendidikan kejuruan; dan b). pendidikan tinggi vokasi. Sedangkan Pelatihan Vokasi meliputi: a). pelatihan kerja; dan b). kursus keterampilan.
Bagaimana Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang didirikan masyarakat? LKP merupakan jenis Kursus Keterampilan dengan adanya Perpres 68 th. 2022. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mendukung masyarakat dalam mendirikan lembaga Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Untuk itu Pendirian lembaga Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi sebagaimana diprioritaskan di kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, wilayah pusat pertumbuhan industri,dan kawasan berikat hal ini kemudahan perizinan, insentif, dan pembinaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Melihat uraian di atas Mutu Kursus Keterampilan (LKP) harus terus ditingkatkan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan Paradigma Baru Kursus Keterampilan yang dicanangkan oleh Direktorat Kursus dan Pelatihan dengan memperhatikan elemen Otonomi, Evaluasi, Akreditasi dan Akuntabilitas di dalam mewujudkan Kualitas Sumberdaya Manusia.
Pencapaian mutu Kursus Keterampilan harus didasarkan pada proses – proses dengan titik perhatian pada: Relevansi, Akademik Atmosfir, Manajemen Internal terpadu, Sustainabilitas, Efisiensi dan Produktivitas, serta Kepemimpinan yang handal.
Selanjutnya dalam menyusun sebuah rencana strategi pengembangan program akademik Kursus menuju lulusan yang bermutu, hendaknya dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.Undang-undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
2.Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Presiden No. 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi
Rencana Strategi dimaksudkan sebagai acuan untuk melakukan perencanaan yang tepat, guna mencapai tujuan pembangunan pendidikan nasional. Dalam Rencana Strategis dan Rencana Operasional dibahas dan direncanakan strategi bidang akademik, bidang manajemen dan organisasi, bidang kepeserta didik/warga belajaran, dan bidang pengembangan dan kerjasama, yang selanjutnya dapat menjadi pijakan bagi kebijakan tahun-tahun mendatang yang menghantarkan Program kursus menjadi yang terkemuka di kawasan Indonesia serta tanggap terhadap kemajuan program kursus di Asia Tenggara. Sebagai acuan kebijakan strategis dan program - program kerja dalam rangka pelaksanaan Manajemen program Kursus agar terjadi perubahan culture dan terealisasinya pelaksanaan Paradigma Baru program kursus keterampilan.
B.Permasalahan.
Bagaimana Stratengi Pengembanagan Bidang Akademik Kursus Keteramplan untuk Munuju LKP Bermutu
II. PEMBAHASAN
A.Pengembangang Program Kursus Bidang Akademik.
Memasuki era globalisasi dan society 5.0 sekarang ini, penyelenggaraan program kursus keterampilan secara nasional sedang dan akan menghadapi sejumlah permasalahan. Diantara, permasalahan tersebut adalah gejala semakin menguatnya arus globalisasi, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perubahan arah kebijakan pendidikan, khususnya Program kursus keterampilan.
Dewasa ini merupakan era society 5.0 artinya konsep mengenai era masyarakat yang berpusat pada manusia (Human-centered) dan berbasis teknologi Dalam kaitanya di atas Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menyetujui dan terlibat aktif dalam berbagai kesepakatan perdagangan secara global, seperti WTO, GATT, APEC dan sebagainya. Dalam era society 5.0, hampir semua faktor produksi seperti uang, teknologi, jasa, pabrik dan peralatan dapat bergerak melintasi tapal batas negara tanpa kesulitan berarti. Dunia terasa menjadi semakin sempit, jarak terasa semakin dekat, waktu terasa berjalan semakin cepat dan mobilitas orang dan barang semakin tinggi. Kondisi tersebut akan mempunyai implikasi langsung terhadap penyelenggaraan program kursus keterampilan. Implikasi yang dimaksud adalah :
a.Tingginya peluang tenaga kerja terdidik dari luar masuk ke Indonesia sehingga persaingan dunia kerja bagi lulusan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) menjadi semakin ketat.
b.Institusi program kursus luar semakin mudah menyelenggarakan pendidikan di Indonesia, sehingga para calon peserta didik/warga belajar memiliki peluang yang lebih tinggi untuk memilih Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP)yang berkualitas. Hal demikian mengakibatkan persaingan di antara Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) semakin ketat dalam menarik peserta didik/warga belajar. Persaingan tersebut memberi efek terhadap peningkatan biaya pengembangan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dan kinerja penyelenggaraan program kursus, baik yang menyangkut dengan sumber daya manusia, fasilitas, maupun manajemen.
Isu lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan rencana strategis adalah implementasi otonomi pendidikan. Pemberlakuan otonomi Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) mempunyai implikasi-implikasi sebagai berikut:
a.Pengurangan subsidi pemerintah terhadap Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP),
b.Strategi yang ditempuh oleh LKP dalam menggali sumber dana lain di luar subsidi pemerintah
c.Strategi yang ditempuh oleh Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dalam memenangkan persaingan antar LKP, terutama dalam menjaring calon peserta didik/warga belajar.
Dalam kaitannya dengan implementasi otonomi program kursus, LKP bagaimanapun berada dalam posisi lebih menguntungkan karena dua alasan. Pertama, pemerintah masih memberikan bantuan berupa perizinan, insentif, dan pembinaan , sehingga LKP tidak perlu memikirkan untuk mencari dana dalam peningkatan SDM/karyawan. Kedua, rata-rata LKP telah memiliki SDM yang lebih baik, terutama dalam aspek jabatan akademik Instruktur, meskipun dalam kewirausahaan (entrepreneurship) rata-rata LKP secara relatif telah memiliki pengalaman yang lebih baik .
Kaitannya strategi yang ditempuh oleh Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP ) dalam mengimplementasikan otonomi program kursus, terdapat kecenderungan bahwa sebagian besar LKP, terutama Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), akan menambah calon peserta didik/warga belajar yang dapat diterima di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP). Strategi ini cenderung ditempuh karena berkaitan dengan upaya Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) untuk dapat mandiri, baik dalam penggalian maupun pengelolaan dana, sehingga LKP tidak lagi banyak tergantung pada kemampuan pembiayaan pemerintah, terutama dalam pembiayaan operasional penyelenggaraan program kursus dan pemeliharaan berbagai fasilitas pembelajaran.
Diantara upaya-upaya yang dilakukan LKP untuk meningkatkan daya tampung tersebut adalah menyelenggarakan kelas paralel, membuka berbagai program setara diploma, dan membuka ekstensi. Peningkatan daya tampung ini berkaitan erat dengan jumlah dana yang bisa diperoleh dari calon mahasisa/peserta didik. Konsekuensinya adalah bahwa jumlah spill-over (limpahan) calon peserta didik/warga belajar dari LKP yang selama ini menjadi konsumen utama LKP menjadi semakin berkurang, sehingga perolehan calon peserta didik/warga belajar LKP juga semakin kecil dan keberlangsungan LKP dapat menjadi terancam.
Selanjutnya strategi yang ditempuh oleh Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dalam memenangkan persaingan antara LKP, terutama dalam menjaring calon peserta didik/warga belajar, terdapat kecendrungan bahwa masing-masing Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) akan bersikap lebih proaktif, terutama dalam membangun berbagai jaringan ( networking) dengan berbagai institusi untuk berbagai keperluan, baik pendidikan, penelitian, maupun pengabdian pada masyarakat. Konsekuensinya adalah bila LKP tidak siap dengan langkah-langkah serupa, maka dapat diperkirakan bahwa LKP akan selalu tertinggal dibelakang dan tak mampu mengakses berbagai resources yang ada diberbagai institusi.
Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian di dalam perumusan rencana strategis adalah kondisi internal institusi sendiri, baik dalam kaitanya dengan kekuatan dan kelemahan maupun langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kekuatan dan mengurangi kelemahan. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi secara lebih cermat dan obyektif kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan tersebut dalam bentuk evaluasi diri, sehingga dapat merumuskan strategi yang tepat untuk mengoptimalisasikan kekuatan dan meminimalisasikan kelemahan tersebut. Evaluasi diri dibagi dalam empat kajian yakni evaluasi sumber daya manusia dan sistem manajeman SDM, evaluasi sistem infrastruktur dan fasilitas lainya, evaluasi sumberdaya finansial dan manajemen keuangan, serta evaluasi program akademik dan penjamin mutu. Dengan melakukan evaluasi diri berdasarkan analisa SWOT (strength, weaknesses, opportunities, Challenges) maka dapat dirumuskan tujuan, sasaran, strategi, prioritas program dan indicator kinerja.
B.Kualitas Bidang Akademik Lululusan
Salah satu tolok ukur kualitas Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) adalah daya saing lulusan dalam pasar kerja. Untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu memenangkan persaingan-persaingan pasar kerja, sekurang-kurangnya di tingkat lokal, dan harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki standart kualifikasi nasional dan regional, maka Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP)harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Prioritas Program Peningkatan Kompetensi Instruktur dan Metode Pembelajaran baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun swadaya.
Meningkatkan jumlah Instruktur untuk mengikuti berbagai kursus pembelajaran secara berjenjang dan berkelanjutan untuk menunjang proses pembelajaran kreatif, innovatif, dan menarik.
Meningkatkan sarana-prasarana pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran yang kreatif, innovatif, dan menarik
Mendorong Instruktur untuk menyusun bahan ajar.
2. Prioritas Program Pembaharuan Data dan Kurikulum
Melakukan need assesment dunia kerja (baik sektor formal maupun informal)
Melakukan kompilasi Iptek yang mutakhir
Meng-update kurikulum secara priodik.
Meng-update DAPODIKSI (Data Pokok Pendidikan Vokasi)
3. Prioritas Program Peningkatan Kualitas Lulusan dan Lembaga
Mengikuti Akreditasi lembaga
Mengikut sertakan peserta didik/warga belajar dalam kegiatan-kegiatan tutorial, asistensi, penelitian, jurnalistik, seminar dan berbagai lomba karya ilmiah yang diselenggarakan oleh pusat, daerah atau Swasta.
Menyusun desain pembelajaran yang mendorong peserta didik/warga belajar menulis dan menyajikan gagasan secara sistematik.
Menetapkan standar kompetensi lulusan pada tingkat nasional dan internasional
Melembagakan kegiatan lomba karya ilmiah, karya innovatif, dan kreatif secara terprogram dan terintegrasi dengan bidang keteramplan.
Menerapkan standar kualifikasi profesi tingkat regional dan internasional
Membangun unit organisasi yang menangani penempatan kerja dan peningkatan ketrampilan kewirasusahaan.
Menyelenggarakan program, magang bagi peserta didik/warga belajar.
Mendirikan lembaga penjaminan mutu (quality assurance)
Membangun laboratorium otonomi daerah
Membangun Laboratorium Micro teaching
Membangun Laboratorium Kultur Jaringan
KUALITAS MORAL LULUSAN
Sebagai Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) berdasarkan nilai-nilai pancasila perlu menghasilkan lulusan yang memiliki integritas kepribadian dan moralitas religius baik dalam konteks kehidupan individual maupun sosial sehingga proses pembelajaran yang dilakukan menekankan bentuk-bentuk pembelajaran yang berorientasi pada learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Skema Lulusan Moral LKP
Dihasilkannya lulusan yang bersifat jujur, adil, cerdas, terpercaya, Cerdas yang meliputi cerdas spritual yakni beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketaqwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.
2. Cerdas emosional & sosial yakni beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan appresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengepresikannya. Beraktualisasi diri melalui interaksi timbal balik :
Membina dan memupuk hubungan timbal balik
Demokratis
Empatik dan simpatik
Menjunjung tinggi hak asasi manusia
Ceria dan percaya diri
Menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara
Berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
3. Cerdas Intelektual yakni beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.
4. Cerdas Kinestetis yakni beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya, tahan, sigap, terampil.
C.Iklim Akademik.
Untuk mencapai prestasi akademik yang baik diperlukan lingkungan yang kondusif. Menciptakan iklim akademik (academic atmosphere) yang memungkinkan tumbuhnya pemikiran kritis ,inovatif dan mental kewirausahaan,dengan demikian program yang harus dilaksanakan :
Membuat jaringan kerja dan para lulusan secara regional maupun internasional melalui jaringan internet
Manfaatkan menggunaan HP secara maksimal.
Prioritas Program Peningkatan kemampuan Instruktur Melakukan Kajian dan Penelitian / karya nyata. Meningkatkan peluang dan keterlibatan Instruktur untuk melakukan kajian dan penelitian /karya nyata secara unggulan.
Prioritas Program Peningkatan Kompetensi Instruktur Menempatkan para pakar sebagai motivator dan konsultan untuk menumbuh kembangkan tradisi akademik, baik ditingkat LKP maupun Cabang LKP
Prioritas Program Peningkatan Deseminasi Ilmiah Melakukan deseminasi dan dokumentasi materi (dan hasil) kegiatan akademik.
Indikator kinerja Program Peningkatan Kemampuan Instruktur dalam kajian dan unggulan, Pelembagaan Forum-Forum Ilmiah, Peningkatan Kompetensi Akademik Instruktur, Deseminasi Ilmiah, dan Pelembagaan Forum-Forum Ilmiah.
Keikutsertaan pelatihan managerial bagi para pengelola LKP yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, daerah maupun swasta
III. PENUTUP
A.Kesimpulan.
Dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas, strategi pengembangan akademik dalam sebuah LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN sangatlah penting adanya, dimana bidang akademik tersebut merupakan hal yang dapat mengantarkan seseoarang peserta didik/warga belajar kepada lulusan yang bermutu dan berkualitas, tanpa adanya pengembangan akademik yang jelas sudah dapat dikatakan bahwa lulusan yang dikeluarkan akan diragukan. Tanpa lulusan yang berkualitas akan dapat membawa citra lembaga pendidikan di mata masyarakat maupun dunia akan mendapat presiden buruk bagi lembaga itu.
B.Saran.
Sebaiknya LKP harus segera menyusun Program Akademik yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan usaha minimal berstandar Asia, untuk itu penyusunan program bidang akademik yang baik dapat menunjang mutu product/Lulusan Lembaga Kursus itu sendiri.